Bantahan 7 Fakta: Baiat Pertama Kali
Sebagian kelompok Islam berkata : ”Bahwa diantara fakta sahnya keamiran kami adalah bahwa imam kami dibai’at pertama kali (lebih dulu)”.
Kami bertanya kepada mereka, mana buktinya?, sebab dakwaan memerlukan bukti. Allah Ta’ala berfirman :
…ﺗﻠﻚ ﺃﻣﺎﻧﻴﻬﻢ ﻗﻞ ﻫﺎﺗﻮﺍ ﺑﺮﻫﺎﻧﻜﻢ ﺇﻥ ﻛﻨﺘﻢ ﺻﺎﺩﻗﲔ
“Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.” (Qs. Al-Baqarah 111).
Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda :
ﺍﻟﺒﻴﻨﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﳌﺪﻋﻲ ﻭﺍﻟﻴﻤﲔ ﻋﻠﻰ ﺍﳌﺪﻋﻰ ﻋﻠﻴﻪ
“(Harus ada) bukti bagi yang mendakwa dan sumpah bagi yang didakwa”.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 1341, hadits ini shahih karena jalan-jalan yang lain.
Imam Nawawi rahimahullahu berkata :“Hadits ini merupakan kaidah yang besar diantara kaidah- kaidah hukum syar’i. Di dalam kaidah ini (terdapat hukum) tidak diterimanya ucapan seseorang tentang apa yang didakwakannya sebatas hanya dakwaan belaka, namun diperlukan bukti dan pembenaran dari orang yang didakwa.” (Syarh Nawawi terhadap (Shahih) Muslim (6/136).)
Jika buktinya hanya perkataan-perkataan pengikutnya, maka yang demikian bukan bukti. Sebagaimana Allah Ta’ala memberikan bukti kepada manusia tatkala diutus oleh-Nya seorang Rasul, yaitu dengan mukjizat-mukjizat yang bisa dilihat dan diketahui baik oleh orang iman ataupun orang kafir.
Kemudian jika mereka memang benar dibai’at pertama kali, hal ini pun tidak menjadi hujjah bila kemudian mereka tidak berkuasa atau dikalahkan oleh penguasa yang datang setelahnya. sebagaimana dalil yang mereka ketahui: ‘Bai’atlah yang awal, lalu yang awal berikutnya (yang mengalahkan yang awal yang pertama)”.
Sesungguhnya perkara keimaman bukan seperti perkara permainan : ‘Siapa cepat dia dapat”. Betapa anehnya ini !!!!.
Diatas dari satu sisi, dari sisi lain bai’at ini juga batal, dengan perkataan Umar radhiyallahu’anhu:
“…maka barangsiapa membai’at seorang amir tanpa musyawarah dengan kaum muslimin terlebih dahulu, maka tidak ada bai’at baginya. Dan tidak ada bai’at terhadap orang yang mengangkat bai’at terhadapnya, keduanya harus dibunuh”. Hadits ini dalam Musnad Ahmad (1/55) no. 391 dan Bukhari no. 6329.
“…maka barangsiapa membai’at seorang amir tanpa musyawarah dengan kaum muslimin terlebih dahulu, maka tidak ada bai’at baginya.
Kecuali jika yang terjadi adalah kemudian orang yang dibai’at tanpa musyawarah dengan kaum muslimin atau tanpa wasiat amir sebelumnya itu kemudian berkuasa (dengan kekerasan ataupun tidak), mampu menegakan hukum layaknya penguasa, maka kaum muslimin wajib mengakuinya sebagai imam demi mencegah pertumpahan darah dan perpecahan yang lebih parah.
Al-Khalal dalam as-Sunnah (no. 626) meriwayatkan perkataan Ahmad ketika ditanya tentang status Imam Ali radhiyallahu’anhu yang menurut penanya beliau tanpa musyawarah terlebih dahulu dan tanpa wasiat imam sebelumnya, tetapi menjadi Khalifah. Ahmad menjawab bahwa Ali itu telah mampu menegakan hudud, membagikan fai’, dan (ketika beliau dibai’at sedang) tidak ada khalifah, dan para sahabat (sepakat) memanggil beliau amirul mukminin.
Dalam riwayat Ibn Atsakir (39/508), Imam Ahmad mengatakan: “Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman, aku lihat Ali tidak digelari amirul mukminin, tidak memimpin jum’at dan melaksanakan hudud (sebab tidak berkuasa, dengan demikian bukan haknya -pen). Lalu setelah terbunuhnya Utsman beliau melakukan hal tersebut. Aku katakan karena pada masa itu hal tersebut wajib ia lakukan (sebagai khalifah/penguasa) yang sebelumnya tidak wajib ia lakukan (sebab bukan khalifah)”.
Ditambah pula, bai’at kepada Ali radhiyallahu’anhu sejak pertama kali dan setelahnya, bukan bai’at rahasia, melainkan diumumkan dan diketahui oleh kaum muslimin.
Imam Ahmad berkata dalam Kitab Fadhail ash-Shahabah (2/573) no. 969 : Sungguh telah menceritakan kepada kami Ishaq ibn Yusuf, sungguh menceritakan kepada kami Abdul Malik yakni Ibn Abi Sulaiman dari Salamah ibn Kuhail dari Salim ibn Abi Al-Ja’di dari Muhammad ibn Hanafiyah ia berkata, “Aku bersama Ali saat Utsman dikepung, lalu datanglah seorang laki-laki dan berkata, “Amirul mukminin telah terbunuh”. Kemudian datang laki-laki lain dan berkata, “Sesungguhnya amirul mukmininbaru saja terbunuh”. Ali segera bangkit namun aku cepat mencegahnya karena khawatir keselamatan beliau. Beliau berkata, “Celaka kamu ini!”. Ali segera menuju kediaman Utsman dan ternyata Utsman telah terbunuh. Beliau pulang ke rumah lalu mengunci pintu. Orang-orang mendatangi beliau sambil mengedor-ngedor pintu lalu menerobos masuk menemui beliau. Mereka berkata, “Lelaki ini (Utsman) telah terbunuh. Sedangkan orang-orang harus punya khalifah. Dan kami tidak tahu ada orang yang lebih berhak daripada dirimu”. Ali berkata, “Tidak, kalian tidak menghendaki diriku, menjadi wazir bagi kalian lebih aku sukai daripada menjadi amir”. Mereka berkata, “Tidak demi Allah kami tidak tahu ada orang yang lebih berhak daripada dirimu”. Ali berkata, “Jika kalian tetap bersikeras, maka bai’atku bukanlah bai’at yang rahasia. Akan tetapi aku akan ke masjid, barangsiapa ingin membai’atku maka silahkan ia membai’atku”. Ali pun pergi ke mesjid dan orang-orang pun membai’at beliau.
“Jika kalian tetap bersikeras, maka bai’atku bukanlah bai’at yang rahasia.
Atsar ini dikeluarkan juga oleh Abu Bakar Al-Khalal dalam As- Sunnah no. 629-630 dan Al-Ajuri dalam Asy-Syari’ah no. 1194.
Disadur dari: Kitab Fakta atau ‘Pakta’ ? 7 karya Ustadz Rikrik Aulia Rahman
Jokam Sejati Tidak Akan Bisa Menipu Diri Sendiri
Untuk apa Allah menurunkan agama, syariah bagi manusia? Menurut Imam Syatibi syariah bertu…