Jika Kepemimpinan Hasil Kudeta atau Pemilu
Bagaimana Jika Kepemimpinan Hasil Kudeta atau Pemilu untuk memegan tampuk kekuasaan suatu negara atau wilayah ? Berdasarkan atas kaidah berikut :
BERDASAR QAWA’ID FIQHIYAH
اْلأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالْإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ
Hukum asal menetapkan syarat dalam mu’âmalah adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang melarangnya)
لاَ تُشْرَعُ عِبَا دَةٌ إِلاَّ بِشَرْعِ اللهِ , وَلاَ تُحَرَّمُ عاَ دَةٌ إِلاَّ بِتَحْرِيْمِ اللهِ
“Tidak boleh dilakukan suatu ibadah kecuali yang disyari’atkan oleh Allah, dan tidak dilarang suatu ADAT (kebiasaan/hukum yg berlaku/mu’amalah) kecuali yang diharamkan oleh Allah
LARANGAN MEMBERONTAK PENGUASA YANG MASIH SHOLAT
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ وَسُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَعْنَى قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ الْمُعَلَّى بْنِ زِيَادٍ وَهِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ ضَبَّةَ بْنِ مِحْصَنٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَتَكُونُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ تَعْرِفُونَ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ أَنْكَرَ قَالَ أَبُو دَاوُد قَالَ هِشَامٌ بِلِسَانِهِ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ كَرِهَ بِقَلْبِهِ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نَقْتُلُهُمْ قَالَ ابْنُ دَاوُدَ أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا
…dari Ummu Salamah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan ada di antara kalian para pemimpin yang kalian mengenalnya tetapi kalian MENGINGKARINYA. Maka barangsiapa mengingkarinya, Abu Dawud berkata, “Hisyam menyebutkan, “dengan lisan, maka ia telah berlepas diri darinya. Siapa yang MEMBENCI dengan hatinya maka ia telah SELAMAT . Tetapi siapa yang ridha dan mengikutinya, lalu dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami MEMBUNUHNYA?” Ibnu Dawud menyebutkan, “bagaimana jika kami MEMERANGINYA ?” beliau menjawab: “JANGAN , selama mereka masih shalat.“ ….(HR. Abu Dawud 4760 terdapat juga di hadits himpunan kitabu imaroh hal. 21)
AKAN TETAPI, JIKA BERHASIL MEMBERONTAK, MAKA BAGI PEMENANG ADALAH SEBAGAI PENGUASA SULTHON / AMIR
حَدَّثَنِي وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الْجُرَيْرِيِّ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا
…Dari Abu Sa’id Al Khudri dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila ada dua khalifah yang dibaiat, maka bunuhlah yang paling terakhir dari keduanya.”….(HR. Muslim 1853)
Asy-Syinqithi berkata:
أَمَّا لَوْ تَغَلَّبَ عَبْدٌ حَقِيْقَةً بِالْقُوَّةِ فَإِنَّ طَاعَتَهُ تَجِبُ إِخْمَادًا لِلْفِتْنَةِ وَصَوْنًا لِلدِّمَاءِ مَا لَمْ يَأْمُرْ بِمَعْصِيَةٍ
“Jika seorang budak secara nyata berhasil menguasai secara paksa dengan kekuatannya, maka taat kepadanya adalah wajib dalam rangka memadamkan gejolak (kekacauan) dan menghindari pertumpahan darah, selama dia tidak memerintahkan kepada maksiat.” (Adhwa’ul Bayan, Asy-Syinqithi, 1/27)
Imam Ahmad bin Hambal berkata:
ومن غلب عليهم يعني : الولاة بالسيف حتي صار خليفة ،وسمعي أمير المؤمنين، فلا يحل لأحد يؤمن بالله واليوم الآخر أن يبيت ولا يراه إمام برا كان أو فاجرة
“Dan barangsiapa yang mengalahkan mereka , yaitu : pemimpin negara ( الولاة) mengalahkan dengan pedang (kudeta, perebutan kekuasaan, dll.) hingga menjadi Kholifah dan digelari Amirul mukminin, maka tidak halal bagi orang yg beriman kepada Allah dan hari akhir bermalam dengan masih beranggapan tidak ada imam, baik imam tersebut seorang yang baik maupun jahat.” (al-Ahkamus Sholthoniyyah oleh abu ya’la hal 23)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata menukil dari Ibnu Baththal :
وَقَدْ أَجْمَعَ الْفُقَهَاءُ عَلَى وُجُوبِ طَاعَةِ السُّلْطَانِ الْمُتَغَلِّبِ وَالْجِهَادِ مَعَهُ وَأَنَّ طَاعَتَهُ خَيْرٌ مِنَ الْخُرُوجِ عَلَيْهِ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ حَقْنِ الدِّمَاءِ وَتَسْكِينِ الدَّهْمَاءِ
“Para fuqaha sepakat bahwasanya wajib taat kepada penguasa yang menaklukkan secara paksa (kudeta) dan berjihad bersamanya, dan bahwasanya taat kepadanya lebih baik daripada melakukan pemberontakan terhadapnya, dalam rangka mencegah pertumpahan darah dan menenangkan masyarakat.” (Fathul Bari, 13/7)
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan:
الْأَئِمَّةُ مُجِْمِعُونَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ عَلَى أَنَّ مَنْ تَغَلَّبَ عَلَى بَلَدٍ أَوْ بُلْدَانٍ؛ لَـُه حُكْمُ الْإِمَامِ فِي جَمِيعِ الْأَشْيَاءِ
“Para imam dari setiap madzhab sepakat bahwa siapa yang berhasil menaklukkan satu NEGERI (PENGUASA) atau beberapa negeri, maka hukumnya sebagai imam dalam segala sesuatu.”… (Ad-Durar As-Saniyyah, 7/239)
‘MEMBERONTAK‘ DENGAN ‘PEMILU‘ MANA YANG LEBIH DZOLIM ?
Sedangkan baik kudeta maupun pemilu adalah sama. Sama-sama merebut kekuasaan .
Sedangkan telah jelas memberontak adalah HARAM hukumnya, akan tetapi jika sang pemberontak berhasil maka dialah Sulthon (penguasa), adapun dosa karena memberontak, dialah yang menanggungnya, bukan rukyah (rakyat)
Oleh: Shofaanu Nur Izza
Jokam Sejati Tidak Akan Bisa Menipu Diri Sendiri
Untuk apa Allah menurunkan agama, syariah bagi manusia? Menurut Imam Syatibi syariah bertu…