manqul
Home Bantahan Ilmiyyah Apa itu Manqul?
Bantahan Ilmiyyah - 20 Januari, 2019

Apa itu Manqul?

SEBENARNYA APA ITU MANQUL?

Ada orang tanya ke saya begini, “Mas, ilmu dari mana tuh? Manqul gak?”  Saya bilang dalam hati. “Hah? Ini orang ngerti manqul gak sih?” akhirnya saya jawab aja kalau ini manqul meskipun dia masih mispersepsi dengan pengertian manqul.

Apakah Manqul Hanya Ada dalam Jamaah ?

Memang “Manqul” adalah sebuah istilah yang nggak asing lagi di dalam jamaah, Tapiii tunggu dulu, manqul itu bukan cuman istilah yg digunakan dalam jamaah aja mas bro.. manqul itu istilah para ulama’ yang sejak jaman dahulu SUDAH ADA! Jadi jangan sampean pikir ulama-ulama tingkat dunia gak ngerti manqul yaa, justru mereka lebih tau apa itu manqul.

Dalam bahasa Arab “manqul” adalah isim maful yang berasal dari kata “naqola” yang artinya memindahkan/menukil/copy paste/mengutip. Nah, istilah manqul ini se-makna dengan istilah “naqli”, “ma’tsur”, “marwi” dan lain sebagainya, yang artinya adalah “sesuatu yang dipindahkan/diriwayatkan”. Manqul tidak hanya digunakan dalam jama’ah saja. Bahkan para ulama’ jaman dahulu sampai sekarang juga banyak mnggunakan istilah manqul dalam kajian ilmiahnya hanya saja terkadang menggunakan istilah lain yang semakna dengan manqul itu sendiri.

Sebenarnya Manqul Tu Apaan, sih?

Manqul itu bahasa Arab, maka kalau mau ngerti arti manqul secara bahasa ya harus diartikan dengan pemahaman orang Arab, bukan pemahaman bahasa lain. Nah, pemahaman orang Arab terhadap kata “manqul” itu bisa kita liat dalam kamus bahasa Arab, kalau dalam bahasa kita adalah KBBI-nya.

Dalam kamus mu’jam ar-raaid manqul adalah “hawwalahuu min makaan ila makaan” (memindahkan sesuatu dari tempat ke tempat yang lain.) Gampangannya manqul itu yaaa copypaste, jadi manqul itu memindahkan sesuatu kepada tempat yang lain tanpa merubahnya atau mengotak-ngatiknya atau mengeditnya sedikitpun. 😊

Bagaimana para ulama’ mnggunakan istilah manqul?

Para ulama’ berbeda-beda dalam mengistilahkan, terkadang mereka mnggunakan istilah “Naqli” kadang-kadang menggunakan istilah “manqul” yang sama-sama berasal dari akar kata yang sama yaitu “naqola” dan juga memiliki makna dan pengertian yang sama (yaitu dipindahkan/dinukil/dikutip/dicopy paste).

Para ulama’ membagi ilmu menjadi dua yaitu ada “naqli” ada pula “aqli”. Naqli itu sama dengan manqul, yaitu adalah segala sesuatu yang dinukil/dikutip/di copypaste baik itu dari ucapan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, sahabat, tabiin, tabi’ut tabiin, atau ucapan ulama’ apa adanya tanpa diotak atik sedikitpun seperti : diterjemahin, diinterpretasi, dimaknai, atau ditulis dalam kitab karena ucapan itu bentuknya suara (bukan tulisan). Sedangkan “aqli” adalah segala sesuatu yg berasal dari akal, atau kita kenal dengan istilah “ro’yu”. 

Nahhh… Jadi kalau sampean mau MURNI MANQUL sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, ya sabdanya Nabi JANGAN DIOTAK ATIK dengan cara diterjemahin/dimaknai/diinterpretasi ke bahasa Indonesia atau ditulis dalam kitab donk.. wkwkwk… 😂soalnya terjemahan sabda Nabi ke bahasa Indonesia adalah hasil “aqli/ro’yu” dari guru sampean yang belajar bahasa Arab. Sedangkan sabda dan perbuatan Nabi yang ditulis dalam kitab adalah kodifikasi ucapan dan perbuatan Nabi yang diubah kedalam bentuk tulisan.

Kalau Ngambil Ilmu dari Kitab, Boleh Gak, sihhh..???

Kalau Anda katakan menukil/mengutip/copypaste ilmu dari kitab tidak boleh, maka Anda sudah meningkari surat al-Alaq ayat 4! Allah berfirman yang artinya “Dialah (Allah) yang mengajarkan dengan (perantara) pena”. Nahloohh..

Allah saja mengajarkan ilmu kepada manusia melalui perantara tulisan yang termaktub dalam buku atau kitab. Gak mungkin donk Allah mau ngajarin manusia secara langsung… entar pingsan lagii, Nabi Musa yang kuatnya luar biasa aja pingsan, padahal baru liat cahaya-Nya.

Selain itu para ulama’ dari zaman dahulu hingga masa kini, juga menuliskan ilmunya. Dan kegiatan tulis-menulis ilmu adalah KEBIASAAN PARA ULAMA dari jaman dulu sampe sekarang. Dalam sebuah atsar disebutkan “Qooyyadul ilma bil kitabah” (Ikatlah ilmu dengan tulisan) Lah kalo kitab ilmunya para ulama ga boleh dibaca terus buat apa mereka nulis? wkwk… Masa iya sih… mereka menulis tujuannya agar tidak ada yang baca? Kan lucu,, wkwk.. 🤣

Lho… Agama itukan Quran Hadits, Gak Boleh Pake Kitab-Kitaban

Haha… Anda kok lucu sih? Lha Syekh KH. Nur Hasan saja baca dan ngambil referensi dari kitabnya ulama’ kok, gak percaya? Coba deh cek Qur’an yang sudah sampean maknai itu. Ada keterangannya kan? Ada terjemahan perkatanya kan? Nah, sekarang saya tanya nihh… 😁😁

1. Dari mana Pak Nur Hasan tau keterangan makna Qur’an kalau bukan dari kitab tafsir?

2. Dari mana Pak Nur Hasan tau arti bahasa Arab – Indonesia per-kata kalau bukan dari kitab kamus?

Nah lohh.. ayo coba jawab! Dari gurunya? Ya enggak lahh.. 🤣🤣🤣 emangnya gurunya Pak Nur Hasan orang Indonesia? Diterjemahin kata per kata gitu sama syekhnya??? Ya enggak lahh… beliau itu belajar bahasa Arab biar bisa baca kitab Arab gundul. Beliau itu hafalin kosa kata bahasa Arab dari kitab-kitab kamus juga, bukan dari syekhnya (yang orang Arab tulen).

Ahh, Saya gak Yakin dengan penjelasan Sampean

Masih gak percaya kalau ngambil dari kitab gak boleh? Coba deh cek MAKALAH CAI TAHUN 2018 yang ‘kedalam’ halaman terakhir, disitu ada perkataannya Ali bin Abi Tholib yang dikutip/dinukil/dicopypaste dari “KITAB IHYA’ ULUMUDDIN” karyanya Imam Ghozali, udah ketemu…???

Sekarang saya tanya nih… kira-kira penulis MAKALAH CAI pernah manqulan kitab ihya’ ulumuddin ke siapa ya? Lha trus itu terjemahan perkataan Ali itu manqulnya dari siapa?? Nah lohh.. Masih mau bilang kalau ngambil dari kitab ga boleh? Mikir atuh.. 🤭🤭🙏

SEMOGA BERMANFAAT 😊😊😊😊🙏

(Oleh Adam Abu Abdul Muta’ali, Nasehat Quran)

Baca juga: Apa itu Musnad?

8 Komentar

      1. حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ هُبَيْرَةَ عَنْ أَبِي سَالِمٍ الْجَيْشَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ أَنْ يَنْكِحَ الْمَرْأَةَ بِطَلَاقِ أُخْرَى وَلَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَبِيعَ عَلَى بَيْعِ صَاحِبِهِ حَتَّى يَذَرَهُ وَلَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلَاةٍ إِلَّا أَمَّرُوا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ وَلَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلَاةٍ يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ صَاحِبِهِمَا

        Telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah telah menceritakan kepada kami Abddullah bin Hubairah dari Abu Salim Al Jaisyani dari Abdullah bin ‘Amru, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Tidak halal bagi seorang lelaki menikahi seorang wanita dengan menceraikan (isterinya) yang lain, dan tidak halal bagi seorang lelaki menjual di atas penjualan temannya sampai ia meninggalkannya, dan tidak halal bagi tiga orang yang berada di padang sahara kecuali jika mereka mengangkat salah satu dari mereka untuk menjadi pemimpin, dan tidak halal bagi tiga orang yang sedang berada di padang sahara dua orang di antara mereka berbicara tanpa melibatkan teman mereka (yang ketiga).”

        Hadis di atas adalah hadis riwayat Imam Ahmad No. 6360.  Status hadis ini menurut sebagian ulama adalah hasan dan sebagian lagi mengatakan dhaif.

  1. Sebenarnya ajaran LDII itu baik baik gk ada salahnya, cm Imam nya aja yg terlalu diktator dan suka membuat ijtihad dr kehendaknya sendiri karena mgkn terlalu bernafsu menggalang dana dr IR bulananya yg di ambil dr banyaknya jumlah umat nya… Yg harusnya di ganti itu Imam pusat nya… Insyaallah LDII bisa jdi lebih baik lgi… Menurut saya seperti itu

    1. Assalammualaikum pak Agung, apakah bapa anggota LDII/ mantan? Jika iya, maka bolehkah saya mewawancara langsung ? Karena ada ihwal yg harus saya pahami. Syukron

  2. حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ هُبَيْرَةَ عَنْ أَبِي سَالِمٍ الْجَيْشَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ أَنْ يَنْكِحَ الْمَرْأَةَ بِطَلَاقِ أُخْرَى وَلَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَبِيعَ عَلَى بَيْعِ صَاحِبِهِ حَتَّى يَذَرَهُ وَلَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلَاةٍ إِلَّا أَمَّرُوا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ وَلَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلَاةٍ يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ صَاحِبِهِمَا

    Telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah telah menceritakan kepada kami Abddullah bin Hubairah dari Abu Salim Al Jaisyani dari Abdullah bin ‘Amru, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Tidak halal bagi seorang lelaki menikahi seorang wanita dengan menceraikan (isterinya) yang lain, dan tidak halal bagi seorang lelaki menjual di atas penjualan temannya sampai ia meninggalkannya, dan tidak halal bagi tiga orang yang berada di padang sahara kecuali jika mereka mengangkat salah satu dari mereka untuk menjadi pemimpin, dan tidak halal bagi tiga orang yang sedang berada di padang sahara dua orang di antara mereka berbicara tanpa melibatkan teman mereka (yang ketiga).”

    Hadis di atas adalah hadis riwayat Imam Ahmad No. 6360.  Status hadis ini menurut sebagian ulama adalah hasan dan sebagian lagi mengatakan dhaif.

  3. Terlepas dari nilai hadisnya, sangat mudah memahami hadis di atas. Diantaranya adalah jika ada 3 orang di padang pasir yang luas, maka kata “La Yahillu yang artinya tidak halal, maksudya adalah Tidak boleh mereka berjalan dengan tidak ada satu orang yang diangkat menjadi pemimpin. Dalam perjalanan yang jauh apalagi padang yang luas, fungsi ketua rombongan adalah sangat penting. Sebatas itu saja pemahammannya, tidak usah melebar kemana-mana. Kata tidak boleh atau la Yahillu pada hadis di atas adalah penekanan harus ada ketua rombongan yang dapat mengarahkan agar prjalanan lebih aman dan terkendali.

    Jika hadis ini diluaskan pemahamannya apalagi dikaitkan dengan halalnya perbuatan seorang ditentukan dengan berbaiat kepada seorang amir pada sebuah ormas atau lembaga, ya tentu tidak benar.  Pemahaman hadis di atas sangat simple, tidak ada hubungannya dengan haramnya perbuatan seseorang dengan berba’iat. Jika pemahaman seperti ini dibenarkan, jangan aneh jika  tidak termasuk golongan mereka, maka  diangap kafir karena tidak berbaiat kepada mereka. Pemahaman golongan seperti ini tentu tidak tepat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Jokam Sejati Tidak Akan Bisa Menipu Diri Sendiri

Untuk apa Allah menurunkan agama, syariah bagi manusia? Menurut Imam Syatibi syariah bertu…