Panduan Menuntut Ilmu
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang telah memberikan nikmat Islam kepada kita semua.
Shalawat dan salam, semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Amma ba’du,
Saudara Muslim rahimakumullah, Nabi Shallallahu’alayhi wa sallam telah memerintahkan pada umat Islam untuk mempelajari ilmu agama. Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)
Yang dimaksud ilmu yang wajib dipelajari pada hadits di atas adalah ilmu syar’i/ilmu agama.
Ilmu agama mempunyai cabang yang sangat banyak, seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu aqidah dan lain lain. Maka bagaimana seorang Muslim hendaknya memulai tahapan mempelajari agamanya dengan benar ?
Para ulama’ dalam berbagai kitab tentang ilmu, telah memberikan arahan tentang tahapan dalam menuntut ilmu. Ilmu agama, ditinjau dari sisi materi, supaya dipelajari dari yang paling penting, berlanjut pada yang penting, dan kemudian yang bersifat tambahan. Ilmu yang pertama kali dipelajari hendaknya adalah ilmu yang membahas tentang perkara ushul, pokok agama. Ilmu tentang mengenal Allah, mengenal Rasul, mengenal agama Islam, dan aqidah lainnya, hendaknya menjadi prioritas utama dalam mempelajari ilmu agama sebelum melangkah pada pembahasan materi yang lain.
Jika memperhatikan sirah/biografi Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, beliau memulai dakwahnya dengan mengajarkan perkara aqidah. Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam mendakwahi kaumnya tentang iman kepada Allah, mengenal hak hak Allah, mengajak umatnya untuk hanya mengesakan Allah dalam peribadahan dan menafikan peribadahan kepada selain Allah, mengajarkan umatnya tentang beriman kepada para Rasul, kitab kitab, hari akhir, surga neraka dan perkara aqidah lainnya. Fase dakwah Mekkah selama 13 tahun lebih banyak berisi tentang pengajaran dalam perkara aqidah. Sementara ayat tentang hukum hukum baru diturunkan di fase setelah hijrah di Madinah.
Ibnul Qoyyim rahimahullah telah menjelaskan ilmu apa saja yang wajib dipelajari oleh setiap muslim beserta urutannya. Ilmu tersebut di antaranya:
Pertama, ilmu tentang pokok-pokok keimanan, yaitu keimanan kepada Allah Ta’ala, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir.
Kedua, ilmu tentang syariat-syariat Islam. Di antara yang wajib adalah ilmu tentang hal-hal yang khusus dilakukan sebagai seorang hamba seperti ilmu tentang wudhu, shalat, puasa, haji, zakat. Kita wajib untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan ibadah-ibadah tersebut, misalnya tentang syarat, rukun dan pembatalnya.
Ketiga, ilmu tentang lima hal yang diharamkan yang disepakati oleh para Rasul dan syariat sebelumnya. Kelima hal ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
ö قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah,’Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’”. (QS. Al-A’raf [7]: 33)
Kelima hal ini adalah haram atas setiap orang pada setiap keadaan. Maka wajib bagi kita untuk mempelajari larangan-larangan Allah Ta’ala, seperti haramnya zina, riba, minum khamr, dan sebagainya, sehingga kita tidak melanggar larangan-larangan tersebut karena kebodohan kita.
Keempat, ilmu yang berkaitan dengan interaksi yang terjadi antara seseorang dengan orang lain secara khusus (misalnya istri, anak, dan keluarga dekatnya) atau dengan orang lain secara umum. Ilmu yang wajib menurut jenis yang ke empat ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan dan kedudukan seseorang. Misalnya, seorang pedagang wajib mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan perdagangan atau transaksi jual-beli. Ilmu yang ke empat ini berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. (Lihat Miftaah Daaris Sa’aadah, 1/156)
Ditinjau dari sisi pembahasan, maka hendaknya seorang muslim, memulai mempelajari kitab karya Ulama’ yang ringkas, sedang baru kemudian ke yang padat. Kelebihan mempelajari kitab para Ulama’, menjadikan seorang penuntut ilmu dapat belajar dengan terstruktur, karena pada umumnya, para Ulama dalam menulis kitab, telah membagi pembahasan ilmu dalam bab bab dengan topik tertentu sehingga memudahkan penuntut ilmu dalam mempelajarinya.
Misalkan untuk perkara Tauhid, seorang penuntut ilmu bisa memulai dari mengkaji Qowa’idul Arba’, Ushul Tsalasah baru kemudian belajar Kitabut Tauhid. Atau dalam ilmu hadits, bisa memulai dari kitab Arba’in An Nawawi, Mulakhos Bukhari wa Muslim baru terakhir ke Shahih Bukhari.
Adapun bagi seorang Muslim yang ingin naik kelas menjadi penuntut ilmu, maka wajib baginya untuk mempelajari ilmu alat seperti nahwu shorof, ushul fiqh, mutholah hadits, dll.
Sikap yang hendaknya dimiliki oleh seorang penuntut ilmu:
- Senantiasa menjaga keikhlasan niatnya,
- Memohon pertolongan kepada Allah,
- Memilih guru yang benar manhajnya,
- Bergaul dengan orang orang yang shalih yang juga bersemangat menuntut ilmu dan mengajarkannya,
- Memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin dan rela mengorbankan sebagian kenikmatan dunia untuk menuntut ilmu.
- Berusaha mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang telah didapatkannya.
Allahu a’lam.
Semoga bermanfaat.
Hadaniyallahu wa iyyakum.
Ringkasan artikel dari situs muslim(dot)or(dot)id
Jokam Sejati Tidak Akan Bisa Menipu Diri Sendiri
Untuk apa Allah menurunkan agama, syariah bagi manusia? Menurut Imam Syatibi syariah bertu…
Alhamdulillah.. jadi panduan bagi kami dalam menuntut ilmu setelah keluar dari Islam Jamaah. Belajar perlu panduan yang terstruktur untuk mendapatkan seperti apa yang difahami ulama, tidak asal “manqul” yang akhirnya terbodohkan oleh doktrin yang sistematis..
apakah belajar agama dengan membaca buku yang dijual di toko toko jika mengamalkan sudah sah, adakah hadist/ dalilnya mohon pencerahan…